The Story of Indonesian Heritage

GKI Bromo Malang

Jalan Bromo merupakan bagian dari kawasan Ijen dengan lingkungan kolonialnya. Jalan yang menghubungkan Jalan Kawi (Kawistraat) dengan Jalan Semeru (Smeroestraat) ini masih menyimpan sejumlah bangunan peninggalan kolonial Belanda. Bangunan-bangunan tersebut pada umumnya berfungsi sebagai permukiman orang-orang Eropa di Malang. Salah satu bangunan lawas yang sampai saat ini masih terlihat megah adalah Gereja Kristen Indonesia (GKI) Bromo.
Gereja ini terletak di Jalan Bromo No. 2 Kelurahan Kauman, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Provinsi Jawa Timur. Gereja ini berada  di sebelah timur Apotek Kimia Farma, atau sebelah barat BRI Kantor Cabang Malang Kawi. Tepatnya berada di pojok pertemuan antara Jalan Kawi dengan Jalan Bromo.


Awalnya bangunan yang digunakan GKI Bromo ini merupakan rumah milik orang Eropa. Rumah tersebut dibangun pada saat ada rencana perluasan pembangunan (bouwplan) V yang dimulai pada tahun 1924/1925. Bouwplan V ini memang diperuntukkan bagi perumahan golongan orang-orang Eropa dengan tipe rumah vila.
Kemudian rumah tersebut dibeli oleh Han Tiauw An. Han Tiauw An adalah seorang pengusaha keturunan Tionghoa kelahiran Pasuruan. Salah satu usahanya yang dikenal oleh masyarakat setempat adalah perusahaan otobus Adam. Bus Adam kala itu sempat mewarnai dunia transportasi di Malang.
Perusahaan yang pada masa Hindia Belanda merupakan perusahaan swasta mulai tanggal 1 Oktober 1942 dijadikan milik Negara dan masuk dalam Tobu Rikoejoe Kjoekoe. Pegawai perusahaan warga Indonesia dan Tionghoa yang berjumlah kurang lebih 40 orang tetap bekerja pada perusahaan itu (Soeara Asia, 1 Oktober 1942).


Han Tiauw An adalah anak laki-laki dari pasangan Han Hoo Tjoan dan Kwee Tjiam Nio. Han Hoo Tjoan adalah seorang pengusaha sukses dari Pasuruan yang kemudian diangkat oleh pemerintah Hindia Belanda menjadi Kapitein der Chinezen di Pasuruan (1881-1886). Kapitein der Chinezen atau Kapitan China adalah gelar yang diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk pemimpin komunitas Tionghoa agar Belanda lebih mudah mengatur keberadaan mereka. Jadi, Kapitein der Chinezen bukanlah gelar kepangkatan seperti dalam dunia militer. Institusi Kapitan China di Hindia Belanda memiliki tiga pangkat, yaitu Majoor, Kapitein dan Luitenant der Chinezen, yang secara keseluruhan dipanggil Chinese Officieren atau Opsir Tionghoa.
Pada pendudukan Jepang, perkabaran Injil kepada orang-orang Tionghoa di Malang mengalami perkembangan. Terbentuk Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee (THKTKH) di Malang.  Pada 1953 bangunan rumah milik Han Tiauw An digunakan sebagai Badan Pendidikan THKTKH. Sekolah itu bukan seperti badan pendidikan pada umumnya tapi merupakan sekolah yang berkutat kepada ajaran Kristen. Karena Kie Tok Kauw Hwee itu berarti Gereja Kristen, sedangkan Tiong Hoa menunjuk kepada masyarakat China.
Pada 1958 rumah tersebut mulai dipakai untuk kegiatan pelayanan berupa katekisasi. Dalam perkembangannya ada 2 perangkat gereja yaitu yang berbahasa Tionghoa dan yang berbahasa Indonesia, yang kemudian saling memisahkan diri. THKTKH yang berbahasa Indonesia mengganti namanya menjadi Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jawa Timur. Pada 5 Januari 1961 rumah yang dulu dikenal sebagai Badan Pendidikan THKTKH kemudian diganti menjadi GKI Jatim Malang, dan dengan demikian sekaligus rumah tersebut akan menjadi tempat perkabaran Injil yang diadakan setiap hari Minggu pukul 17.00 dan 18.00 WIB. Pada 19 Februari 1961 kebaktian untuk pertama kalinya diselenggarakan, dengan dipimpin oleh DS Hwan Ting Kiong (Pendeta MI Gamaliel).
Jika dilihat dari sejarah dan konteksnya, GKI adalah sebuah gereja yang lahir dari kelompok etnis Tionghoa. Namun sekarang, GKI telah berkembang menjadi sebuah gereja yang lebih kompleks dengan ciri khas keindonesiannya. GKI telah memutuskan dirinya sebagai gereja yang ekunemis dan multicultural, sebagai salah satu gereja yang menerima berbagai macam kebudayaan antropologis dalam arti budaya yang terkait dengan latar belakang suku atau etnisitas. Dalam perkembangan itu kemudian GKI Jatim Malang pun berubah menjadi GKI Bromo. Nama yang disesuaikan dengan lokasi keberadaan bangunan gereja itu berada di Jalan Bromo.  *** [060717]

Kepustakaan:
Hudiyanto, Reza. (2014). “Menimbun Barang Menuai Prasangka”: Ekonomi Kota Malang Pada Era Pemerintahan Jepang (1942-1945). Sejarah dan Budaya, Tahun Kedelapan, Nomor 1, 72-82. http://journal.um.ac.id/index.php/sejarah-dan-budaya/article/view/4756
Purwanto, Widi. (2006). Model Bergereja GKI Dalam Konteks Masyarakat Indonesia (Undergaduate thesis, Duta Wacana Christian University, 2006). Retrieved from http://sinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/nim/01991638
http://gkiswjatim.org/
http://permalink.gmane.org/gmane.culture.region.china.budaya-tionghua/
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:Yx9KEYf5H-AJ:sinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/
https://www.geni.com/
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami