The Story of Indonesian Heritage

  • Istana Ali Marhum Kantor

    Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)

  • Gudang Mesiu Pulau Penyengat

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Benteng Bukit Kursi

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Kompleks Makam Raja Abdurrahman

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Mesjid Raya Sultan Riau

    Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

Berusia Ratusan Tahun, Terowongan Ijo Masih Berdiri Kokoh

Terowongan Ijo merupakan terowongan kereta api yang berada di bawah manajemen PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 5 Purwokerto, yang terletak di Dusun Tambak Wringin, Desa Bumiagung, Kecamatan Rowokele, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi terowongan berada di sebelah timur Stasiun Ijo, yang berjarak ± 347 m.

Terowongan Ijo (Spoortunnel te Idjo) ini merupakan bangunan peninggalan Belanda. Pembangunannya berbarengan dengan pengerjaan jalur kereta api Yogyakarta-Maos sepanjang 155 km oleh Staatsspoorwegen (SS), sebuah perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia Belanda.

Terowongan Ijo di Jalur Kereta Api Yogyakarta-Kroya (Foto tahun 2014)

Jalur pertama yang dibangun SS adalah lintas Surabaya-Pasuruan, dengan lintas cabang dari Bangil menuju Malang. Pada perkembangannya, cakupan SS semakin luas. SS juga membangun jalur kereta api di berbagai daerah lain, di antaranya lintasan (lijn) Yogyakarta-Maos yang kemudian diteruskan dengan lintasan Maos-Kasugihan-Cilacap sejauh 21 km pada tahun yang sama.

Lijn Yogyakarta-Maos dan Maos-Kasugihan-Cilacap termasuk proyek SS Westelijnen, yang menguasai jalur selatan Jawa Tengah hingga Priangan. Mulai dari Yogyakarta menuju Kroya, di mana terdapat percabangan lintas selatan menuju Priangan selatan hingga Bandung-Bogor via Sukabumi dan utara menuju Cirebon hingga Batavia.

Terowongan Ijo dengan satu jalur kereta api (Foto tahun 2014)

Sesuai yang tertulis di atas terowongan, pembangunan Terowongan Ijo ini dilaksanakan dari tahun 1885 hingga 1886. Pembangunan Terowongan Ijo oleh SS bertujuan untuk mempersingkat waktu dengan memperpendek jarak tempuh. Daripada mengitari perbukitan, kemudian dipilih melakukan pengeboran terowongan di perbatasan Banyumas dan Kebumen. Terowongan ini menembus perbukitan kapur Gunung Malang yang letaknya berada di ujung utara Kawasan Karst Gombong selatan.

Pengerjaan Terowongan Ijo ini di bawah pengawasan Dr. Ir. Jan Willem Ijzerman, seorang Chief Engineer SS. Ijzeman (1851-1932) adalah seorang insinyur sipil dan arkeolog berkebangsaan Belanda. Ia dikenal sebagai perintis pembangunan jalur kereta api di Hindia Belanda karena dedikasi dan jasanya yang besar untuk pembangunan jalur kereta api tersebut.

Terowongan Ijo peninggalan Belanda ini tidak dioperasikan lagi sejak dibangun Terowongan Ijo yang baru

Dalam bukunya yang berjudul Sporen van Smargd: Per trein door Nederlands-Indië 1867-1949 (WBook, 2017), Evelien Pieterse menjelaskan bahwa para insinyur Belanda yang dikirim ke Nusantara pada abd ke-19 dan awal abad ke-20 menghadapi tantangan besar. Baik iklim maupun kondisi tanahnya sama sekali berbeda dengan di Belanda. Medan pegunungan, seringnya banjir, dan kurangnya pengalaman tenaga kerja lokal memaksa mereka mengadopsi cara kerja baru yang radikal, mulai dari merancang terowongan panjang hingga membangun jembatan tinggi di atas ngarai yang dalam.

Selesai pembangunan terowongan ini, tidak lantas langsung bisa digunakan. Namun masih menunggu jalur kereta api dari Yogyakarta-Maos-Cilacap selesai. Berdasarkan Statistiek van het vervoer op de spoorwegen en tramwegen in Nederlands-Indië over het jaar 1890 (Batavia, G. Kolff & Co., 1892: 10), Terowongan Ijo dibuka untuk umum bersamaan dengan peresmian pengoperasian jalur kereta api lintas Yogyakarta-Maos-Cilacap pada 20 Juli 1887.

Bulan Juli ini, bangunan terowongan peninggalan Belanda itu masih berdiri kokoh dalam memasuki usia yang ke-134. Namun tak sempat dirayakan ulang tahunnya, karena Terowongan Ijo buatan Belanda tersebut sudah tidak dioperasikan lagi sejak di sebelah utaranya dibangunTerowongan Ijo yang baru.

Terowongan Ijo yang baru dengan kode BH 1649 mulai dikerjakan pada akhir 2017 dan rampung pada April 2020. Terowongan baru memiliki panjang 581 m dengan diameter 9 m dan terdiri atas dua jalur kereta api, sedangkan terowongan lama yang sudah tidak difungsikan lagi itu memiliki panjang 580 m dan hanya terdiri atas satu jalur kereta api.

Pembangunan Terowongan Ijo yang baru ini dibangun, berkenaan di lintasan jalur kereta api tersebut telah berubah menjadi jalur ganda (double track), sehingga untuk mengimbangi laju frekuensi lalu lalang kereta api setiap harinya di jalur tesebut. *** [280721]

Kepustakaan:

KITLV, R. (1932). TER GEDACHTENIS AAN Dr. J. W. IJZERMAN (1851-1932), Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde / Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia, 89(1), i-xxix. doi: https://doi.org/10.1163/22134379-90001445

Oegema, J.J.G.. (1982). De Stoomtractie op Java en Sumatra / J.J.G. Oegema. Deventer-Antwerpen :: Kluwer Technische Boeken B.V.,.

Pieterse, Evelien. (2017). Sporen van Smargd: Per trein door Nederlands-Indië 1867-1949. Zwolle: WBooks

https://allardpierson.nl/blog/een-eredoctoraat-in-1921/

https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/

http://resources.huygens.knaw.nl/bwn1880-2000/lemmata/bwn2/ijzerman


Share:

Saluran Irigasi Kedungkandang, Tinggalan Belanda Yang Masih Berfungsi Hingga Sekarang

Pagi itu cuaca cerah. Matahari bersinar terang dalam perjalanan menuju ke Desa Sukolilo untuk menghadiri giat Posbindu PTM di Dusun Pohkecik. Perjalanan yang biasanya menerabas lewat DAM Blobo dari Kepanjen, kali ini rutenya lewat Gondanglegi.

Memang agak jauh jarak tempuhnya, tapi perjalanan ini sekalian ingin menyusuri saluran irigasi yang melintas Gondanglegi terus ke utara, lewat Ketawang, hingga Krebet. Dari Krebet, irigasi ini masih mengarah ke utara namun karena tujuannya ke Desa Sukolilo, Kecamatan Wajak, maka menapaki jejak saluran irigasi tersebut  cukup sampai di Jembatan Krebet Timur saja.

Depan Masjid Jami' Al-Rosyid Ketawang

Di Desa Gading, Bululawang, saluran irigasi melintang jalan. Tepatnya berada di pertemuan antara Jalan Raya Gading Selatan dengan Jalan K.H. Wahid Hasyim. Di pertigaan itu ada jembatan yang mengubah posisi saluran irigasi dari posisi di sebelah barat jalan berubah menjadi di sebelah timur jalan.

Di sebelah barat jembatan pada plengsengan saluran di sisi selatan tertulis Saluran Irigasi Kedungkandang. Saluran irigasi Kedungkandang yang berada di Kota dan Kabupaten Malang ini memiliki luas baku sawah seluas 5.169 hektar. 

Saluran Irigasi Kedungkandang yang melintas Desa Ketawang

Sumber air untuk Saluran Irigasi Kedungkandang dipasok dari Bendung Kedungkandang yang berada di Kelurahan Polehan, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. Saluran irigasi Kedungkandang merupakan daerah irigasi yang terletak pada daerah pengaliran Sungai Amprong.

Saluran irigasi Kedungkandang ini merupakan saluran irigasi peninggalan Belanda. Wim Ravesteijn, dalam buku De zegenrijke heeren der wateren: Irrigatie en staat op Java, 1832-1942 (1997: 162), menjelaskan proyek irigasi dengan nama Kedungkandang werken pada urutan yang ke-22 pada Het Algemeen Irrigatieplan van 1890 (Rencana Irigasi Umum Tahun 1890).

Deretan tanaman kelapa di pinggir Saluran Irigasi Kedungkandang di Ketawang

Proyek irigasi Kedungkandang ini dikerjakan setelah Molek werken (Saluran Irigasi Molek). Konstruksinya dikerjakan oleh Burgerlijke Openbare Werken (BOW) atau Dinas Pekerjaan Umum Sipil Hindia Belanda, dari tahun 1904 hingga 1915. Pengerjaannya lebih lama dari Molek werken, karena Kedungkandang werken memiliki saluran induk yang lebih panjang dari Irigasi Molek, dimulai dengan pembuatan Bendung Kedungkandang, jembatan talang Bululawang, sampai saluran induk irigasinya hingga Brongkal.

Saluran irigasi Kedungkandang melintasi 25 desa di Kecamatan Bululawang dan Gondanglegi dengan panjang saluran irigasi dari saluran primer sampai tersier sepanjang kurang lebih 50.438 m.

Saluran Irigasi Kedungkandang dari Jembatan Desa Gading, Kecamatan Bululawang

Menurut Aard. J. Hartveld dalam buku Raising cane: Linkages, organizations and negotiations in Malang’s sugar industry, East Java (1996: 77), pembangunan saluran irigasi Kedungkandang untuk mendukung kegiatan Pabrik Gula (PG) Sempalwadak dan Krebet. Proyek irigasi Kedungkandang (Kedungkandang werken) mampu mengairi persawahan yang luasnya ribuan hektar yang menjadi area konsesi kedua pabrik gula tersebut.

Daerah-daerah penghasil tebu yang menjadi area konsesi kedua pabrik gula tersebut ada di Bululawang dan Gondanglegi. Tanaman tebu dibudidayakan baik dalam skala besar oleh perkebunan besar maupun dalam skala lebih kecil secara swakarsa oleh rakyat.

Saluran Irigasi Kedungkadang dari Jembatan Krebet Timur menghadap ke utara

Secara umum jaringan irigasi Kedungkandang terbagi atas 23 sekunder, yakni Bangunan Induk Kedungkandang (BIK) 1-23 di mana untuk BIK 9 yang berada di Krebet, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan giling PG Krebet.

Pada masa pendudukan Jepang, pengelolaan Saluran Irigasi Kedungkandang diambilalih oleh Jepang dan ditempatkan di bawah wewenang Dobuku. Dobuku merupakan istilah bahasa Jepang untuk menyebut BOW atau Dinas Pekerjaan Umum Sipil Hindia Belanda.

Saat ini, Saluran Irigasi Kedungkadang yang berada di Kabupaten Malang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Bululawang. Kendati sudah tidak ada perkebunan tebu dalam skala besar milik orang-orang Belanda lagi, saluran irigasi tinggalan Belanda ini masih berfungsi hingga sekarang, yaitu untuk mengairi persawahan dan tanaman tebu milik petani-petani. *** [300621]

Kepustakaan:

Ernawati, D., Soetopo, W., & Sholichin, M. (2018). ANALISA TINGKAT EFISIENSI ALOKASI AIR IRIGASI D.I. KEDUNGKANDANG MALANG. Jurnal Teknik Pengairan: Journal of Water Resources Engineering, 9(1), pp.37-46. doi:http://dx.doi.org/10.21776/ub.pengairan.2018.009.01.4

Hartveld, Aard J.. (1996.). Raising cane : Linkages, organizations and negotiations in Malang's sugar industry, East Java / Aard J. Hartveld. Delft :: Uitgeverij Eburon,.

Ravesteijn, Wim.  (1997).  De zegenrijke heeren der wateren : irrigatie en staat op Java, 1832-1942.  Delft, The Netherlands :  Delft University Press

https://kekunaan.blogspot.com/2021/06/kali-molek-sungai-buatan-belanda-yang.html



Share:

Kali Molek, Sungai Buatan Belanda Yang Membelah Kepanjen

Wilayah Kepanjen sebagai ibu kota Kabupaten Malang dilalui sebuah sungai yang dikenal dengan sebutan Sungai Molek. Masyarakat Kepanjen lebih akrab menyebut Kali Molek. Kata ‘kali’ menurut Bahasa Jawa dalam tingkatan ngoko dimaknai sebagai sungai.

Kali Molek yang membelah Kepanjen ini sesungguhnya merupakan daerah irigasi Induk Saluran Molek. Secara administratif daerah irigasi Molek yang diambil dari bendung (DAM) Blobo untuk mengairi jaringan irigasi di 3 kecamatan (Kepanjen, Kromengan dan Sumberpucung) yang meliputi 13 desa (Sukoraharjo, Penarukan, Kepanjen, Cepokomulyo, Talangagung, Jatikerto, Slorok, Ngebruk, Sambigede, Jatiguwi, Sumberpucung dan Karangkates).

Kali Molek (Foto diambil di Kelurahan Penarukan, Kepanjen/20/06/2021)

Kali Molek ini mengalir sepanjang 20 kilometer ke arah barat dan merupakan sumber penting bagi suplai air irigasi di daerah tersebut. Induk Saluran Irigasi ini mampu melayani daerah irigasi ribuan hektar luasnya.

Dalam buku De zegenrijke heeren der wateren: Irrigatie en staat op Java, 1832-1942 (1997: 162), Wim Ravesteijn membuat tabel yang berisikan Het Algemeen Irrigatieplan van 1890 (Rencana Irigasi Umum Tahun 1890). Pada urutan ke-21 tertulis proyek irigasi dengan nama Molek werken (pembangunan saluran irigasi Molek) yang pelaksanaan konstruksinya dilakukan dari tahun 1901 hingga tahun 1904.

Detail pembangunan Molek werken ini termaktub dalam Verslag over de burgerlijke openbare werken in Nederlandsch-Indië over het jaar 1902/1903 (‘S-Gravenhage, Gebrs. J. & H. Van Langenhuysen, 1904: 203-204), termasuk di dalamnya diulas perihal pembangunan jembatan talang yang membentang di atas Kali Sukun serta shypon di atas Kali Metro.

Jalur rel kereta api melintas di atas Kali Molek. Lokasi di selatan Stasiun Kepanjen

Pengerjaan proyek Molek werken ini dilakukan oleh Burgerlijke Openbare Werken (BOW) atau Dinas Pekerjaan Umum Sipil masa Hindia Belanda. Laporan Pekerjaan Umum Sipil Hindia Belanda meliputi jembatan dan jalan, pelabuhan, irigasi dan pengairan, tenaga air dan listrik serta kesehatan.

Melansir tulisan Hartveld dalam Raising cane : linkages, organizations and negotiations in Malang's sugar industry, East Java (1996: 77) disebutkan bahwa untuk mendukung kegiatan pabrik gula, Pemerintah Hindia Belanda membangun dua proyek irigasi di Kabupaten Malang, yakni irigasi Molek (Molek werken) dan irigasi Kedungkandang (Kedungkandang werken). Proyek Molek ini mampu mengairi sawah seluas 4.600 hektar di wilayah konsesi Pabrik Gula Panggungrejo, sedangkan proyek irigasi kedua mampu mengairi sawah seluas 4.700 hektar yang menjadi area konsesi Pabrik Gula Sempalwadak dan Krebet.

Daerah-daerah penghasil tebu di Malang antara lain Bululawang, Gondanglegi, Dampit, Kepanjen, Sumberpucung dan Wajak. Tanaman tebu dibudidayakan baik dalam skala besar oleh perkebunan besar maupun dalam skala lebih kecil secara swakarsa oleh rakyat.

Salah satu pintu air di Talangagung untuk mengaliri saluran sekunder

Kendati Pabrik Gula Panggungrejo sudah tinggal kenangan saja, irigasi Kali Molek ini tetap berfungsi mengairi ribuan hektar lahan persawahan yang ada, seperti untuk mengairi tanaman padi maupun tanaman tebu. Tanaman tebu itu akan dikirim ke pabrik gula yang masih beroperasi sampai sekarang, yaitu Pabrik Gula Kebon Agung dan Krebet.

Pada masa pendudukan Jepang, Kali Molek dikelola oleh Dobuku. Dobuku merupakan istilah bahasa Jepang untuk menyebut Dinas Pekerjaan Umum Sipil yang pada masa Hindia Belanda dikenal dengan BOW.

Kini, Kali Molek dikelola Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kepanjen dan wilayah UPTD Sumberpucung wilayah Kabupaten Malang. Untuk yang melintas Kota Kepanjen, di sekitar sempadan Kali Molek digunakan untuk ruang terbuka hijau. Sementara itu, peninggalan Shypon Metro sebagai bagian dari Molek werken, sekarang ini selain berfungsi sebagai ruang terbuka hijau juga digunakan untuk wisata nan eksotis dengan pipa-pipa air raksasa peninggalan Belanda di atas Kali Metro yang dikitari oleh rerimbunan pepohonan dengan diselingi kicauan burung dan suara riak air Kali Metro. *** [240621]

Kepustakaan:

Hartveld, Aard J.  (1996).  Raising cane : linkages, organizations and negotiations in Malang's sugar industry, East Java.  Delft :  Uitgeverij Eburon. Diunduh dari https://edepot.wur.nl/138386

Ravesteijn, Wim.  (1997).  De zegenrijke heeren der wateren : irrigatie en staat op Java, 1832-1942.  Delft, The Netherlands :  Delft University Press

Verslag over de burgerlijke openbare werken in Nederlandsch-Indië over het jaar ..., 1902, 1902. Geraadpleegd op Delpher op 20-06-2021, https://resolver.kb.nl/resolve?urn=KBNA001:002620001:00005



Share:

Monumen Peniwen Affair

Pulang dari menghadiri penyuluhan kesehatan jantung di giat Posbindu PTM Sejahtera Desa Jatiguwi pada Sabtu (17/04/2021), penulis diajak Kepala Seksi PTM dan Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Kabupaten Malang menengok orang yang pernah bekerja di rumahnya. Namun sebelum menuju rumahnya, penulis diajak singgah ke bangunan bersejarah yang ada di desa itu.

Bangunan itu dikenal dengan Monumen Peniwen Affair yang terletak di Jalan Raya Peniwen, Dusun Kertorejo, Desa Peniwen, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi monumen ini tepat berada di selatan SD Negeri 2 Peniwen. Jaraknya sekitar 16 km dari ibu kota Kabupaten Malang, Kepanjen.

Monumen Peniwen Affair dari sisi selatan

Monumen ini didirikan atas prakarsa dari warga AMPI Rayon Sumberpucung yang kemudian mendapatkan bantuan dari warga AMPI Daerah Tingkat II Kabupaten Malang dan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Malang.

Pelaksanaan pembangunan monumen dilakukan oleh suatu panitia. Penggalian tanah sebagai permulaan pembangunan monumen pada tanggal 11 Agustus 1983 dan selesai pada tanggal 10 September 1983. Namun peresmian monumen tersebut baru dilaksanakan pada tanggal 10 November 1983.

Monumen Peniwen Affair dari sisi barat

Pendirian Monumen Peniwen Affair ini untuk mengenang anggota Palang Merah Remaja Desa Peniwen yang gugur dibantai KNIL (Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger) secara kejam dan keji pada masa Clash-II (Kartomihardjo, dkk., 1986). Palang Merah Remaja (The Youth Red Cross Monument in Peniwen) itu anggotanya terdiri dari para pemuda desa Peniwen dan sebagian anggota Brigade 16 Sektor Kawi Selatan (Pemda Malang, tanpa tahun).

Pada waktu menjalankan tugas merawat para pasiennya, mereka telah dipaksa Tentara Kerajaan Belanda yang umumnya berasal dari orang-orang pribumi (KNIL) untuk keluar dari Rumah Pengobatan Panti Husada (sekarang digunakan sebagai SD Peniwen) bersama-sama dengan pasiennya sekitar pukul 14.00.

Monumen Peniwen Affair dari gapura/pintu masuk halaman SDN 2 Peniwen

Sesampainya di luar, mereka disuruh jongkok dan ditembaki satu per satu. Merek telah gugur dalam menjalankan tugas kemanusiaan yang mulia.

Sikap membabi buta KNIL ini tidak terlepas dari keputusasaannya yang tidak bisa menemukan pusat pertahanan tentara pejuang Republik Indonesia yang menyingkir ke Peniwen usai melakukan serangan di Kepanjen.

Dengan adanya pembunuhan yang diawali penganiayaan terhadap pasien dan anggota Palang Merah Remaja itu, maka Jemaat Kristen Peniwen mengadakan protes ke Dewan Gereja Dunia (World Church Council) lewat Sinode Jawa Timur yang dipimpin oleh Pendeta Martodipuro.

Prasasti Monumen Peniwen Affair di sisi utara

Surat protes itu kemudian menghasilkan sejumlah kecaman dari dunia internasional kepada Belanda karena kejadian ini. Hal itu membuat Belanda bertambah geram, sehingga mereka kembali menyerbu Peniwen dengan mengerahkan pasukan artileri tempurnya gereja-gereja untuk menangkap sang pendeta.

Belanda akhirnya dituduh melakukan kejahatan perang karena menyerang anggota Palang Merah dan masyarakat sipil. Mereka pun akhirnya mundur dari Peniwen dan semakin menjauh dari Indonesia setelah tercapainya kesepakatan dalam Perjanjian Roem-Rojen pada Mei 1949.

Makam Pahlawan Palang Merah Remaja di depan monumen

Monumen dibangun di atas sebidang tanah milik desa, di tepi jalan desa jurusan Peniwen-Jambuwer, yang berjarak sekitar 300 m dari GKJW Peniwen. Monumen yang berbentuk patung figur seorang anggota Palang Merah Remaja sedang merangkul untuk menolong seorang anggota Palang Merah Remaja lainnya yang badannya penuh luka tembakan ini, menghadap ke arah selatan.

Patung berdiri di atas sebuah tiang penyangga/pilar yang bertumpu pada bagian dasar berbentuk persegi empat di atas dasar berbentuk persegi lima.

Pada bagian tengah badan tiang penyangga dijumpai 2 buah prasasti. Prasasti di bagian depan menghadap ke arah selatan tertulis “MONUMEN PENIWEN AFFAIR 19 FEBRUARI 1949”. Sedangkan, prasasti di bagia belakang menghadap ke arah utara bertuliskan “TELAH GUGUR DI SINI PARA PAHLAWAN REMAJA PMI DAN RAKYAT YANG GUGUR” yang diikuti 12 nama Pahlawan Remaja PMI dan 5 rakyat yang gugur. Akan tetapi deretan makam yang terbujur rapi dari barat ke timur di muka monumen itu hanya ada 10 jasad saja karena yang lainnya tidak dikebumikan di situ.

Selain prasasti, pada tiang penyangga itu juga terlihat ada relief. Relief itu menghadap ke arah barat, utara, dan timur. Relief tersebut menggambarkan adegan-adegan proses kejadian pada waktu terjadi pembantaian oleh KNIL di Peniwen.

Berdasarkan peristiwa bersejarah yang terjadi di tempat itu, sekarang Monumen Peniwen Affair menjadi salah satu dari dua monumen Palang Merah di dunia yang sudah diakui oleh internasional. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pun mengakuinya melalui salah satu badan, yakni UNESCO sebagai warisan sejarah dunia dari era perang dunia. *** [160621]


Kepustakaan:

Pemda Malang. (____). Monumen Peniwen Afair. Malang: Warga AMPI Kabupaten Dati II Malang

Kartomihardjo, Prayoga. & Saptono, Prapto. & Soekarsono.  (1986).  Monumen Perjuangan Jawa Timur.  Jakarta :  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional



Share:

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami