The Story of Indonesian Heritage

Rumah Abdul Fattah

Setelah eksplorasi Rumah Gan Kam, rombongan Gelar Potensi Wisata Kampung Kota beranjak ke bangunan lawas lainnya yang berada di Kampung Kemlayan. Kunjungan berikutnya ke rumah Abdul Fattah. Rumah ini terletak di Jalan Empu Barada RT. 03 RW. 01 Kelurahan Kemlayan, Kecamatan Serengan, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi rumah ini berada di selatan Restauran dan Ice Cream Kusuma Sari ± 130 m, atau depan Audina Indonesia.
Menurut informasi yang diperoleh saat melakukan kunjungan tersebut, rumah Abdul Fattah ini dibangun pada tahun 1830. Abdul Fattah dikenal sebagai seorang saudagar batik yang ada di Kota Solo. Yang menarik dari rumahnya adalah tak bergaya joglo melainkan bergaya arsitektur Indische Empire. Arsitektur Indische Empire adalah gaya aristektur yang berkembang pada abad ke 19 di Hindia Belanda. Gaya arsitektur itu dipopulerkan oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811).


Daendels mengubah rumah landhuizen yang ada di Hindia Belanda ini dengan suatu gaya Empire Style yang berbau Perancis. Gaya tersebut kemudian terkenal dengan sebutan Indische Empire Style, yaitu suatu gaya arsitektur Empire Style yang disesuaikan dengan iklim, teknologi dan bahan bangunan setempat.


Pada akhir abad ke 19, di mana kota-kota besar makin padat, maka gaya Indische Empire yang memerlukan lahan yang luas tersebut terpaksa harus menyesuaikan diri dengan keadaan. Di daerah gang-gang yang sempit di perkotaan pada akhir abad ke 19, banyak rumah dibanguna dengan gaya Indische Empire, yang sudah disesuaikan dengan kondisi setempat. Termasuk di antaranya pada arsitektur rumah Abdul Fattah ini. Kolom-kolom beranda depan sudah tidak memakai bahan bata lagi, tapi diganti dengan besi ulir yang mulai populer pada akhir abad ke-19. Besi ulir terbuat dari pipa-pipa baja yang lebih ringan yang pada waktu itu didatangkan dari Negeri Belanda.


Kekhasan lain dari rumah ini ada pada motif pola lantai rumah berupa ubin yang menyerupai corak batik, ornamen berupa ukiran pada lisplank teras, ornamen pada lubang angin berupa ukiran tralis yang terbuat dari besi, dan dilengkapi dengan konsol dari besi dengan bentuk lengkung atau floral di atas undakan teras depan.


Dilihat dari langgam dan bahan bangunannya, terlihat bahwa rumah Abdul Fattah ini dulunya megah sekali. Rumah bagi saudagar batik menjadi wujud fisik budaya yang merepresentasikan siapa dan apa peran mereka pada waktu itu dalam sistem masyarakat Jawa. Rumah bagi saudagar batik di masa tersebut bukan saja sebagai rumah tinggal, namun juga sebagai rumah produksi, bahkan sekaligus sebagai identitas sosial.
Struktur sosial yang dikonstruksi Pemerintah Hindia Belanda dan kraton, menempatkan saudagar di antara kelompok rakyat jelata yang mayoritas petani dan kelas menengah priyayi atau bangsawan kraton. Kebutuhan terhadap pengakuan identitas sosial yang menempatkan saudagar lebih tinggi dari posisi tersebut menjadi penting bagi para saudagar batik, karena keberhasilannya dalam mengelola industri batik.
Sehingga, kemegahan rumah Abdul Fattah tampak berbeda dengan bangunan rumah kuno yang masih ada di Kampung Kemlayan., karena Kampung Kemlayan yang memiliki sejarah panjang dalam perkembangan seni tari dan karawitan, umumnya dipenuhi oleh rumah atau dalem bercorak joglo. Hal ini wajar, mengingat yang mendiami wilayah tersebut umumnya adalah seniman priyayi yang masih berhubungan dengan Kraton Kasunanan, baik secara profesi maupun kerabat kraton. *** [020917]

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami