The Story of Indonesian Heritage

Viaduct Jalan Pahlawan Surabaya

Tidak semua daerah memiliki warisan kolonial yang khas seperti di Kota Surabaya. Ada beberapa bangunan lawas yang menghiasi kota tersebut yang ada kaitannya dengan perjalanan kereta api. Namanya viaduct! Seingat saya sewaktu berkeliling Kota Surabaya, terdapat lima viaduct yang masih digunakan sampai sekarang.
Salah satu viaduct yang bisa kita saksikan adalah viaduct yang berada di atas Jalan Pahlawan Surabaya. Viaduct ini terletak di Jalan Pahlawan, Kelurahan Krembangan Selatan, Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Lokasi viaduct ini berada di sebelah timur laut Tugu Pahlawan, atau sebelah barat laut Kantor Gubernur Jatim.
Viaduct adalah suatu konstruksi jalan rel di atas jalan raya yang digunakan untuk menghindari perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan raya. Sistem viaduct yang dibangun ini barangkali tak pernah terbayangkan akan membentuk sebuah elemen citra kota yang estetik di perkotaan.
Pembangunan viaduct ini berkaitan dengan pembangunan jaringan rel kereta api yang ada di Surabaya. Pembangunan jaringan rel kereta api di Surabaya disesuaikan dengan kebutuhan pada waktu itu, tidak langsung menyambung seperti sekarang ini. Pembangunannya dilakukan secara bertahap.


Jalur pertama yang dikerjakan terlebih dahulu adalah jalur yang menghubungkan Surabaya dengan Pasuruan dengan memakan waktu sekitar dua tahun, yang dimulai pada tahun 1876 dan diresmikan secara meriah oleh J.W. Van Lansberge, Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 16 Mei 1878 di Stasiun Kereta Api Surabaya Kota atau Stasiun Semut. Pelaksana proyek dipercayakan kepada Staatsspoorwegen (SS), perusahan kereta api yang dikelola negara.
Kemudian Stasiun Pasar Turi baru dibangun ketika ada Pemerintah Hindia Belanda mempercayakan pembangunan jalur kereta api dari Babat melewati Lamongan dan berakhir di Stasiun Pasar Turi. Jalur sepanjang 69 kilometer dikerjakan oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), perusahaan kereta api swasta di Hindia Belanda, dan selesai dikerjakan pada tahun 1900. Lalu, dari Stasiun Semut sampai Stasiun Pasar Turi baru terhubung pada pada tahun 1916.
Seiring adanya perluasan Gemeente Surabaya dari seputaran Jembatan Merah hingga kawasan Darmo yang berdekatan dengan Wonokromo, Pemerintah Hindia Belanda membangun jaringan trem sepanjang 19 kilometer untuk mengantisipasi kebutuhan transportasi pada waktu itu. Jaringan trem tersebut mulai dibangun pada tahun 1923 dan selesai pada tahun 1924. Salah satu jaringan rel trem tersebut ada yang melintas di sepanjang Jalan Pahlawan (dulu bernama Aloon-Aloon Straat). Setiap ada kereta api dari Stasiun Pasar Turi menuju ke Stasiun Semut atau sebaliknya, suasana di Aloon-Aloon Straat akan mengalami macet dan yang jelas akan membahayakan trem yang jalurnya memotong jalur kereta api besar.
Alasan inilah yang menyebabkan Aloon-Aloon Straat mendesak untuk dibangun viaduct agar kemacetan dan hal-hal yang membahayakan perjalanan kereta api dapat teratasi. Akhirnya, Staatsspoorwegen meminta bantuan Cosman Citroen untuk merancang viaduct tersebut. Diperkirakan pembangunan viaduct ini selesai antara tahun 1926 sampai 1930, dan setelah diresmikan viaduct tersebut dikenal sebagai Het viaduct op de Pasar Besar in Soerabaja.
Viaduct ini tak hanya dikenang sebagai jalur penyeberangan kereta api saja, tapi juga pernah menjadi garis pertahanan yang kokoh bagi para pejuang dalam bertahan terhadap gempuran pasukan Inggris dari berbagai arah. Gara-gara menolak ultimatum dari pasukan Sekutu yang dipimpin oleh pasukan Inggris dengan dibantu oleh NICA, dan memilih melawan dengan jiwa dan raganya, para pejuang siap melakukan pertempuran.
Selama berlangsungnya pertempuran mempertahankan viaduct, bala bantuan berdatangan, antara lain dari Surakarta, Bali dan Madura. Dari Surakarta datang bantuan 60 orang pemuda bersenjata yang kemudian langsung diikutsertakan pada front viaduct.
Untuk membersihkan viaduct yang masih dipertahankan oleh para pejuang, Inggris melakukan gerakn melingkar. Dalam gerakan pada tanggal 13 November 1945, Inggris mengerahkan kekuatannya yang terdiri dari sebagian satuan-satuan Brigade 123 dan Brigade 9 sebanyak dua kompi langsung di bawah perintah Panglima Divisi. Satuan-satuan Brigade 123 dibagi atas dua bagian. Sebagian bergerak ke arah selatan dari barat melalui jalan kereta api menuju Pasar Turi, sebagian lagi bergerak dari sebelah timur Kalimas juga menyusuri jalan kereta api.
Selama berlangsungnya pertempuran di viaduct itu, pihak pejuang kehilangan 25 orang rekannya yang gugur. Serangan balasan dari pihak pejuang dilaksanakan pada tanggal 15 November 1945. Pada hari itu mereka melancarkan serangkaian tembakan. Karena mungkin tidak sempat berlatih atau kurangnya latihan praktek menembak, mereka akhirnya terdesak mundur.
Peristiwa ini akan senantiasa melekat pada bangunan yang terbuat dari beton bertulang ini. Kisah patriotisme arek-arek Suroboyo akan terpatri dalam viaduct itu. Maka sudah selayaknya, bila Pemkot Surabaya menetapkan viaduct ini sebagai bangunan cagar budaya yang ada di Kota Surabaya berdasarkan Surat Keputusan (SK) Wali Kota Surakarta Nomoe 188.45/251/402.1.04/1996 dengan nomor urut 25. *** [070216]

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami