The Story of Indonesian Heritage

Jembatan Gubeng Surabaya

Sebenarnya sudah beberapa kali saya melintas di atas jembatan nan klasik ini, namun belum terpikir untuk menuangkan dalam tulisan. Baru kemarin pada saat mendapat tugas menjemput koleganya pimpinan kantor saya di Apartemen Trilium yang berada di depan Plasa Surabaya, keinginan itu muncul. Hal ini lantaran saya agak lama menunggu kolega kantor untuk keluar dari apartemen tersebut.
Banyak orang bilang waiting is boring, menunggu itu menyebalkan. Tapi tidaklah seperti saya yang kerap malang melintang di lapangan. Menunggu itu adalah sebuah kesempatan. Menunggu satu jam setengah bisa saya gunakan untuk melihat keindahan jembatan lawas tersebut. Indah sekali! Hanya sayang kamera pocket merek Fuji Film seri JV 300 yang saya miliki ‘kurang tajam’ untuk mengabadikan objek di malam hari. Jadi, sekadar menikmati malam di atas jembatan dan mencicil mind-mapping perihal sejarah jembatan tersebut.


Selang tiga hari saya berkunjung ke jembatan itu lagi. Jembatan tersebut dikenal dengan Jembatan Gubeng. Jembatan ini terletak di Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Lokasi jembatan ini berada di sebelah timur Monumen Kapal Selam (Monkasel), atau sekitar 50 meter depan Hotel Sahid Surabaya.
Jembatan ini sudah berdiri sekitar tahun 1900, hanya saja masih memakai konstruksi dari bambu dan kayu. Yang melintas di atas jembatan tersebut sudah bisa dipastikan disesuaikan dengan moda transportasi yang ringan-ringan saja. Kemudian pada waktu dilakukan pembangunan Stadhuis van Surabaya (Balai Kota Surabaya) pada tahun 1920 di daerah Ketabang, juga dipikirkan untuk merenovasi jembatan kayu tersebut.


Arsitek Belanda Cosmas Citroen dipercaya untuk menangani proyek tersebut. Sambil menangani pembangunan balai kota, Citroen mencoba mendesain bentuk jembatan baru dengan konstruksi beton untuk menggantikan jembatan lama. Dalam melakukan pekerjaannya ini, Citroen bekerjasama dengan insinyur dari Publieke Werken (Pekerjaan Umum) Surabaya. Sedangkan pelaksanaannya dikerjakan oleh N.V. Nederlandsche Aanneming Maatschappij (NEDAM) pada tahun 1923. Pada waktu diresmikan jembatan yang baru tersebut diberi nama Goebeng Brug (Jembatan Gubeng).
Jadi, ketika pembangunan Balai Kota Surabaya selesai pada tahun 1925, Jembatan Gubeng telah siap menghubungkan Gubeng dengan Ketabang. Sehingga, pada saat peresmian balai kota, tamu-tamu yang datang dari Stasiun Gubeng bisa dengan mudah menyeberangi Kali Mas (Sungai Mas) dengan menaiki mobil.
Pada masa revolusi fisik, Jembatan Gubeng menjadi saksi biksu perjuangan arek-arek Surabaya dalam mempertahankan Kota Surabaya dari serangan pasukan Belanda yang membonceng pasukan Sekutu. Banyak pengungsi yang mengungsi melalui jembatan ini akibat pertempuran antara pejuang kita dengan pasukan Belanda yang dibantu oleh Sekutu. Pengungsi pada umumnya menuju Gubeng yang pada umumnya wilayahnya masih berupa rawa-rawa.
Konon, sehabis Gestok (Gerakan Satu Oktober) 1965 di seputaran Jembatan Gubeng ini terjadi pemberantasan PKI. Banyak orang-orang PKI dibunuh dan diceburkan di sekitar Kali Mas ini.
Kini diusianya yang memasuki 93 tahun, Jembatan Gubeng dipercantik dengan tata lampu yang gemerlap dan indah. Bila malam tiba, masyarakat bisa menikmati malam di sekitar jembatan tersebut. Kiri kanannya juga dihiasi dengan taman yang asri. Serasi dengan keklasikan yang dimiliki oleh jembatan ini. *** [090116]

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami