The Story of Indonesian Heritage

Masjid Ar-Rahman Soahuku

Mendekati Pelabuhan Amahai, kapal cepat Cantika Toperdo yang saya tumpangi dari Pelabuhan Tuhelu di Pulau Ambon, mulai memelankan lajunya. Perlahan tapi pasti, kapal pun merapat di salah satu dermaga yang ada di Pelabuhan Amahai, Pulau Seram. Begitu turun dari kapal, saya langsung dijemput oleh teman yang sedang bertugas di Amahai. Basecampnya kebetulan berada beberapa meter dari pintu Pelabuhan Amahai. Sesampainya di basecamp, terdengarlah bunyi adzan dari masjid yang letaknya tidak begitu jauh dari basecamp. Saya menyempatkan diri untuk melakukan shalat di masjid di sekitar basecamp.
Usai shalat maghrib, saya sempat beberapa saat berkeliling masjid yang berada di bibir pantai tersebut. Namun, baru sebatas melihat-lihat bangunan masjid tersebut. Dalam benak, memang saya ingin menanyakan perihal keberadaan masjid tersebut akan tetapi di pending untuk besok hari. Saya harus melakukan briefing dengan teman-teman di basecamp terlebih dahulu.


Esok harinya dengan diantar oleh Supervisor Tim I untuk melakukan kunjungan ke SMPN 7 Amahai. Sekitar satu jam melakukan obrolan dengan Kepala Sekolah sembari keliling ke ruangan yang terdapat di sekolah tersebut, saya dan Supervisor pun kembali menuju basecamp. Dalam perjalanan pulang inilah, saya teringat untuk mengunjungi masjid itu lagi. Masjid tersebut bernama Masjid Ar-Rahman. Masjid Ar-Rahman terletak di Jalan Samalili, Lingkungan Namalo II RT. 12 RW. 05 Desa Soahuku, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Lokasi masjid ini berada di sebelah timur gapura Pelabuhan Amahai.
Menurut salah seorang guru SMPN 7 Amahai, Rudi, yang kebetulan rumahnya berada di sebelah barat masjid mengatakan bahwa masjid tersebut telah berusia ratusan tahun lebih. Diperkirakan masjid tersebut dibangun pada tahun 1620 seiring adanya penyebaran Islam di daerah tersebut. Pak Rudi, sebutan sang guru tadi, memperlihatkan foto lama bangunan masjid tersebut yang beratap tumpang satu dengan menggunakan daun rumbia sebagai gentengnya. Sedangkan, konstruksinya masih berdinding kayu dan memiliki empat tiang penyangga utama (soko guru).
“Dulu bangunan masjid ini porak poranda akibat hantaman tsunami besar yang melanda Amahai pada tahun 1899,” katanya
Koran Australia, The Brisbane Courier, menulis peristiwa itu edisi 1 Desember 1899 dengan judul “Banyak Korban Tewas, Gempa Mematikan di Hindia Timur.”
“Telegram dari Makassar bertanggal 12 Oktober (1899) menyebutkan, pantai selatan Pulau Seram diterjang ombak tinggi (tsunami) dan gempa bumi. Sebanyak 4.000 orang tewas atau hilang, 500 luka. Amahai hancur total”.


Gempa ini menimbulkan kerusakan yang cukup besar. Terjadi pada 30 September 1899 dengan pusat gempa di pesisir selatan Pulau Seram. Menurut laporan dan kajian seorang  ahli geologi Belanda, Rogier Diederik Marius Verbeek, yang pada saat kejadia berada di Pulau Seram, bahwa ada pergeseran permukaan tanah yang cukup panjang di banyak tempat di Pulau Seram ketika terjadi gempa tersebut. Gempa ini juga berakibat daerah Elpaputih seluas panjang 260 meter dan lebar 100-150 meter tenggelam. Setelah air surut, daratan di Elpaputih menghilang.
Tsunami dahsyat yang melanda Pulau Seram acapkali disebut dengan istilah ‘Bahaya Seram’. Bahaya Seram tak hanya menewaskan Raja Amahai, W Hallatu, tapi juga meluluhlantakan infrastruktur yang terdapat di Amahai serta meninggalkan trauma bagi masyarakat tersisa dari ganasnya peristiwa tsunami pada waktu itu. Pada wilayah yang terkena paling parah (heavily damaged zone) seperti Amahai, masyarakat banyak yang mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Kondisi tersebut melemahkan kesehatan mental. Sehingga, untuk membangun kembali masjid akhirnya memerlukan waktu yang cukup lama. Letak masjid yang berada di tepi pantai meninggalkan ‘kenangan yang mengerikan’ pada waktu itu.
Puluhan tahun lamanya, bangunan masjid yang menyisakan tiang penyangga utamanya dibiarkan begitu saja. Kemudian, setelah masyarakatnya mulai bergeliat lagi, masjid tersebut diusahakan untuk berdiri lagi meski masihlah sederhana. Yang penting bisa digunakan dulu untuk berjamaah.
Pada 17 Agustus 1968, masjid ini dipugar menjadi bangunan yang permanen. Atapnya menggunakan kayu besi (sirap), dan dindingnya menggunakan tembok yang terbuat dari bata yang diplester serta lantai memakai semen.
Kemudian pada tahun 2005, masjid ini kembali mengalami renovasi. Renovasi ini dilakukan oleh Kodim 1502 melalui karya bhakti TNI. Dalam renovasi tersebut, atap masjid diubah menjadi bentuk kubah yang berwarna kuning, atapnya diganti genteng, dan lantainya terbuat dari keramik. Konon, di soko guru utamanya seringkali mengeluarkan air di bagian pondasinya. Air ini kerap diyakini memiliki khasiat bagi penggunanya. Melihat gelagat seperti itu, akhirnya pada bagian bawah soko guru tersebut dilapisi keramik setinggi kurang lebih satu meter agar supaya tidak mengeluarkan air lagi.
Bila ditarik sejarahnya, keberadaan Masjid Ar-Rahman tidak terlepas dari Sunan Giri. Pesantren Giri dulu terkenal sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa, yang memiliki pengaruh sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Bahkan Sultan Zainl Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di Gresik. Setelah selesai, sultan mulai menyebarkan Islam di tanah Maluku dengan dibantu para santri yang dikirim oleh Sunan Giri. Diperkirakan dari Ternate inilah, Islam mulai menyebar ke Maluku bagian selatan. Adalah Syech Abdul Kalembi yang pertama kali diyakini membawa agama Islam masuk ke Soahuku pada abad 16. Yang menerima agama Islam adalah keluarga Latarissa.
Kini, masjid tersebut masih berdiri kokoh sebagai bukti peninggalan akan adanya penyebaran Islam di daerah Amahai. Masjid tersebut didominasi warna putih yang dipadukan dengan pelisir biru muda pada bagian tepian kayunya. Pintu dan jendela menggunakan kayu dengan warna kuning dipelisir dengan biru muda juga. Bila dilihat dari laut, sungguh artistiknya bangunan masjid ini. *** [011015]

Kepustakaan:
www.indonesiamedia.com/memahami-gempa-dan-tsunami-maluku-2/
http://ekspedisi.kompas.com/cincinapi/index.php/cincinapiMobile/detail/articles/2012/08/02/23411714/Bahaya.Seram.di.Pulau.Serami
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami