The Story of Indonesian Heritage

Museum Benteng Heritage

Museum Benteng Heritage merupakan hasil restorasi sebuah bangunan berarsitektur tradisional Tionghoa yang menurut perkiraan dibangun pada pertengahan abad 17 dan merupakan salah satu bangunan tertua di Kota Tangerang. Bangunan ini terletak di Jalan Cilame No. 20, Pasar Lama, Tangerang yang juga adalah zero point-nya Kota Tangerang karena di sinilah cikal bakal pusat Kota Tangerang, yang dulunya disebut Kota Benteng terbentuk.


Tindakan restorasi ini berbekal pada kesadaran akan pentingnya melestarikan peninggalan sejarah dari setiap budaya dan tradisi yang ada di Bumi Persada Nusantara. Untuk itulah kami tergerak untuk turut berpartisipasi aktif melakukan penyelamatan situs-situs budaya yang masih tercecer agar tidak punah sama sekali dan mengakibatkan kita menjadi bangsa yang miskin dengan peradaban sehingga mengalami “amnesia sejarah”.


Di museum ini, pengunjung akan menemukan banyak hal-hal unik di balik sejarah kehidupan etnik Tionghoa serta berbagai artefak yang menjadi saksi bisu kehidupan masa lalu, mulai dari kedatangan armada Cheng Ho dengan rombongan yang terdiri dari sekitar 300 kapal jung besar dan kecil membawa hampir 30.000 pengikutnya.


Sejarah orang Tionghoa ke Nusantara telah terjadi beberapa abad yang lalu. Dalam buku catatan sejarah Sunda, “Tina Layang Parahyangan”, dikatakan bahwa pada tahun 1407 rombongan orang Tionghoa yang dipimpin oleh Chen Cie Lung (Ha Lung) mendarat di pantai utara Tangerang yang dikenal dengan nama Teluk Naga. Mereka kemudian bermukim dan membuka lahan pertama di sepanjang sungai Cisadane. Rombongan ini diyakini merupakan pengikut Laksamana Cheng Ho, seorang muslim Tionghoa yang diutus oleh Kaisar Yongle (Zhu Di) dari Dinasti Ming, Tiongkok.
David Kwa, seorang pengamat Cina Benteng dan sekaligus seorang Tionghoa Peranakan, mengatakan bahwa orang Tionghoa yang ada di  Tangerang maupun Jakarta umumnya berasal dari bagian selatan Provinsi Hokkian (Fujian), yakni wilayah sekitar Ciang-ciu (Zhangzhou), E-mui (Xiamen), dan Coan-ciu (Quanzhou) di Cina selatan. Waktu itu, karena yang datang umumnya kaum laki-lakinya dan hampir tidak ada perempuan Cina yang bermigrasi, laki-laki Tionghoa totok (sin-kheh) ini lalu menikahi perempuan setempat dan membentuk keluarga. Hasil perkawinan campur inilah yang kemudian membentuk komunitas Tionghoa Peranakan (David Kwa, 2005).
Kaum Tionghoa Peranakan di Tangerang atau Jawa pada umumnya tidak dapat berbahasa Tionghoa lagi dan berbahasa Melayu dan atau dialek setempat: Sunda atau Jawa. Budaya mereka merupakan akulturasi antara budaya Tionghoa dari pihak laki-laki dan budaya lokal dari pihak perempuan.
Pemukiman Tionghoa berkembang pesat setelah benteng Tangerang – lokasinya Benteng Jaya, belakang Plaza Tangerang, sekarang – dibangun sekitar 1730 oleh Belanda sebagai pertahanan terhadap serangan Banten yang ingin merebut kembali Batavia. Dari pertahanan inilah, lahir nama Benteng sebagai nama lain Kota Tangerang karena pada sekitar abad ke-17 terdapat benteng yang didirikan oleh Belanda dan dijaga oleh tentara yang berasal dari Makassar yang merupakan taklukan Belanda.
Konon nama “Benteng Makassar” yang berlokasi di tepi sungai Cisadane berasal dari adanya benteng ini, sedangkan penduduk Tionghoa yang sudah turun temurun sejak kedatangan nenek moyang mereka lebih dari 600 tahun yang lalu. Namun masih mewarisi sepenggal budaya Tionghoa yang telah berakulturasi dengan budaya setempat yang terkenal dengan sebutan “Cina Benteng”.
Selain menyaksikan hal-hal yang berhubungan dengan budaya Tionghoa beserta artefak-artefak yang berusia ratusan tahun, pengunjung dapat juga mendapatkan sebuah galeri yang berisikan berbagai macam kamera tua yang masih bisa menghasilkan gambar berkualitas tinggi. Bagi pengunjung yang senang dengan musik, pengunjung juga akan dicengangkan oleh berbagai koleksi alat pemutar lagu mulai dari yang paling kuno; Edison Phonograph buatan tahun 1890-an sampai zamannya Retro. Pengunjung akan belajar banyak tentang sejarah kamera dan musik di sini!
Dan masih banyak lagi kejutan-kejutan untuk pengunjung yang senang sejarah! Museum ini sangat unik sesuai misi pemiliknya untuk membangkitkan rasa ingin tahu dan penghargaan terhadap sejarah.
Bagi pengunjung yang ingin menikmati santap siang/malam dalam suasana dan hidangan kuliner babah/peranakan Tionghoa Benteng yang sangat spesial dan halal, maka pemilik museum juga menawarkan paket-paket khusus, seperti paket ulang tahun/sejit/reuni keluarga/arisan/wisata kuliner (maksimal 80 orang), pemotretan/video pre-wedding, penyewaan pakaian tradisional, lokasi upacara perkawinan adat/ciotau/teh pai, lunch meeting perusahaan dan seminar.

Opening Hours
Museum:        
Selasa – Jumat  13.00 – 18.00
Sabtu – Minggu 11.00 – 19.00
Senin Tutup

Heritage Waroeng Kopi:   10.00 – 22.00

Tarif Tiket
Umum                           :  Rp 20.000,-
Mahasiswa/Pelajar        :  Rp 10.000,-
English Language Tour   :  Rp 50.000,-

Tour di Museum Benteng Heritage adalah “guided tour” yang berlangsung selama 45 menit dengan jumlah setiap rombongannya dibatasi sampai dengan 20 peserta. Oleh karena itu bagi yang ingin mengikuti “Tour of the Museum” ini diminta untuk mendaftarkan diri sebelumnya serta diwajibkan membeli tiket masuk dan mentaati peraturan serta tata tertib yang berlaku.

HERITAGE” Waroeng Hobi
Di mana pengunjung bisa membeli barang-barang dan buku-buku yang berhubungan dengan hobi para pengunjung, seperti kamera tua, perangko, piringan hitam, turntable, batu permata, kebaya, kain batik, souvenir, dan lain-lain.

HERITAGE” Waroeng Kopi
Menyediakan Dim Sum dan makanan/minuman khas babah/peranakan Tionghoa Tangerang yang dapat dinikmati oleh semua orang (halal). *** [050212]

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami